Skip to main content

The Dark and Shining Berlin

I suuupperrr love the title spun (and also the drama - The Lonely and Shining Goblin). Ha.

Di Shorties kali ini, saya ingin menceritakan 1 Day trip ke Berlin, ibukota Jerman. Sebagai fans tim sepakbola Jerman, saya sudah ngefans banget sama Jerman dan mimpi masa SD saya itu mengunjungi Berlin dan melihat Berlin Wall! Saya bingung kenapa saya gak bahas trip ke Berlin ini lebih awal. Well, better late (by 5 years) than never. 

Ok, let's go to see that Dark and Shining Berlin. 
Di salah satu kawasan Tembok Berlin

***

Berlin.

Sebagai ibukota sebuah negara maju, tidak aneh banyak hal yang WOW yang saya temukan di Berlin. Tapi, dibalik kemegahannya, saya lebih tertarik melihat sejarah bagaimana perubahan kota ini, yang dulunya sempat terpecah menjadi Berlin Barat dan Timur.

Petualangan saya dimulai dari gerbang Brandenburg (bhs Jerman: Brandenburger Tor). Berdasarkan sejarah, gerbang ini dibangun untuk melambangkan kedamaian dan semenjak itu, Uni Eropa menggunakan gerbang Brandenburg sebagai simbol kesatuan dan kedamaian.

Sebagai tempat yang super hits, kalian dapat melihat banyak turis berfoto di depan gerbang ini (termasuk saya juga. He.)
Brandenburger Tor
Lanjut dari Brandenburger Tor, saya berjalan kaki dan sampailah saya di situs Memorial to the Murdered Jewish of Europe. Sesuai dengan namanya, situs ini merupakan tempat untuk mengenang jutaan warga Yahudi yang dibunuh pada saat Adolf Hitler menguasai Jerman. Masa-masa itu merupakan masa yang gelap untuk Jerman, sehingga tidak aneh bila banyak warga asli Jerman yang kurang suka membahas / menceritakan masa-masa tersebut pada warga asing.
Memorial ini terdiri dari puluhan pilar-pilar yang dibangun dengan beragam ukuran dan tinggi. Jika dilihat secara keseluruhan, kawasan memorial ini seperti kuburan. Well, mungkin kalian punya pandangan lain?
Perjalanan dilanjutkan ke kawasan pusat pemerintahan Jerman, Platz der Republik. Di kawasan ini, terdapat 1 bangunan yang paling menonjol, dengan tulisan Dem Deuscher Volke terpampang di gerbang depannya. Yeaph, inilah gedung DPR-nya versi Jerman, dimana perwakilan rakyat negara Jerman berkantor dan membahas beragam permasalahan negaranya.

Simbol khas dari gedung ini ada di bagian tengah bangunannya yang berbentuk setengah lingkaran terbuat dari kaca. Sehingga kita bisa lihat bagian itu kinclong banget kena sinar matahari. Kabar baiknya, gedung ini terbuka untuk umum dan biaya masuknya gratis!

Sayangnya, untuk mendapatkan tiket masuk gratis, kita perlu ngantri panjang. Berhubung saya sembari mengejar flight ke Swiss malam harinya, saya harus puas melihat gedung ini dari luarnya saja. Hiks.

Mendengar cerita dari teman yang sudah masuk ke gedung, mereka sangat terkesima dengan desain ruangan tengah yang dari kaca itu. Kita bisa berjalan menyusuri tangga landai dari bawah sampai atas mengelilingi ruangan tengah itu. Seperti scene dalam film-film bertema futuristik. Ah, kunjungan selanjutnya saya harus masuk ke gedung ini!

Meninggalkan kawasan pemerintahan, saya naik bis menuju lokasi historikal selanjutnya di kawasan Berlin Timur - Check Point Charlie. 

Kesan pertama saya memasuki kawasan Check Point Charlie: "It feels so dark, here."
Atmosfir kekelaman masa Berlin Barat - Berlin Timur masih cukup terasa, karena masih banyak bangunan dan papan peringatan dari masa tersebut berdiri kokoh disini. Untuk menambah kesan lebih "dark", ada 2 orang penjaga mengenakan pakaian militer lengkap berdiri di depan kantor polisi, yang dulunya dipakai untuk mengecek orang yang keluar-masuk Berlin Barat dan Berlin Timur.

 
Bangunan tua yang merupakan saksi bisu kekelaman masa lalu di Jerman, sekarang sudah beralih fungsi menjadi toko souvenir - dimana mereka menjual souvenir khas Berlin, yaitu : bongkahan tembok Berlin. Ha. (Sampai saat ini saya masih mempertanyakan keaslian dari souvenir itu - salah satu alasan kenapa saya juga tidak tertarik membelinya untuk oleh-oleh.)

Untuk kalian yang ingin membawa bukti kalau kalian sudah memasuki kawasan Berlin Timur, kalian bisa "membeli cap Check Point Charlie" di penjaga kantor polisi. Iya, penjaga yang memakai pakaian militer lengkap itu akan mencap paspor kalian dengan beberapa cap yang dulunya dipakai apabila kita memasuki / meninggalkan kawasan Jerman Barat / Timur. Eits, tapi jangan lupa bayar ya - harganya beragam, di sekitar 5 - 10 Euro. Biasanya makin mahal, makin banyak cap yang akan kalian dapatkan menempel di paspor kalian.
Check Point Charlie - tempat "beli" cap paspor
Saya berjalan menyusuri kawasan Check Point Charlie dan di ujung jalan, saya memutuskan untuk naik Tram agar lebih cepat sampai di situs Tembok Berlin - yang sekarang terlihat seperti taman umum. Dan akhirnya, inilah tembok Berlin yang saya ingin kunjungi semenjak SD!
Oh... Okay, jadi ini toh tembok Berlin.
Namanya tembok, yah tembok. Mau kaya gimana bentuknya. He.
 
Jujur saya agak kaget sih melihat ternyata situs Tembok Berlin "hanya" begini. Saya kira lebih mewah atau gimana, tapi kalau direnungkan, tembok ini merupakan tembok pembatas di masa kelam Jerman. So, bagaimana mereka mikirin luxury atau design yang unik / antik, sedangkan warganya berada di bawah tekanan pemerintahan masa itu. Somehow, I feel this wall shows the depression and longing for freedom. Ugh, jadi mellow.
Masa kekelaman sudah lewat, jadi tembok ini sekarang menjadi kanvas untuk para pelukis jalanan. Temboknya jadi colorful dan sepertinya secara berkala gambar / grafiti tembok ini diperbarui terus menerus. Saya juga melihat beberapa tulisan tangan, menunjukkan bahwa mereka sudah datang ke tembok Berlin. Dan... saya juga tidak mau kalah, saya membubuhkan tulisan dan tanda tangan saya di salah satu bagian tembok Berlin yang berada dekat dengan stasiun kereta Berlin. Yes, I was there! 

Tidak terasa, seharian penuh saya berkeliling kota Berlin dan saatnya untuk mengejar flight saya ke Stockholm. Oh, tidak lupa sedikit kenorakan saya ketika pertama kali masuk ke stasiun kota Berlin. IT IS HUGE! Karena biasa cuma lihat stasiun di kota kecil, saya agak norak waktu melihat kemegahan stasiun Berlin - yang katanya sih ada 5 / 6 lantai, mirip banget kaya Mal. Mulai dari toko souvenir, supermarket!, loker bagasi, toko elektronik, toko makanan semuanya ada disini. Lengkap, kapp, kapp, kapp!

See you again, Berlin!

Comments

  1. halo mba, what a nice blog! tapi kalau saya boleh kasih saran, jalan-jalan apalagi ke negara orang, jangan suka coret-coret mba hehe. untuk menjaga kelestarian tempat tersebut. semoga dapat mengunjungi tempat tempat lainnya ya :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

All Around Europe : Trains in Germany

Back to All Around Europe series! For today's post, I would like to share the information about the train in Germany as train is one of the main public transportation in Germany and it is always essential for us, travelers to know the transportation systems in our destination country. Driven from my experiences, I got confused about the types of trains in Germany because there are many types of train in Germany and I did not know what are the differences between each of them. Therefore, I hope this post could help you to get to know the types of trains in Germany! The Hohenzollen bridge, Cologne, Germany. ICE (Inter-City Express) The fastest train in town - with top speed up to 300 km/h!  You could choose this train for a long journey travelling because it is very comfortable (especially 1. class) and the train only stops in the main train station. With a great service, no wonder if you have to pay more for ICE tickets compared with other train types. Howev...

Word-strings

Mulai dari pertengahan bulan Mei ini, saya akan bercerita tentang perjalanan saya ke Yunani. Perjalanan saya ke Yunani relatif singkat, hanya 4 hari 3 malam namun, saya mendapatkan banyak sekali pengalaman yang menarik, menyenangkan, dan juga menyeramkan. Banyak pelajaran yang bisa saya petik dari perjalanan saya ini, salah satunya adalah bagaimana menghadapi perbedaan bahasa atau bahasa kerennya, "language barriers" .  Perbedaan bahasa kerap kali menjadi salah satu alasan utama mengapa para wisatawan tidak mau mengunjungi negara asing. Mereka selalu berpikiran kalau mereka tidak mengerti bahasa lokal, mereka tidak akan bisa berkomunikasi dengan warga sekitar, tidak bisa menemukan tempat yang dituju (baca: nyasar), dan yang paling ditakuti, tidak bisa membedakan mana orang baik dan orang jahat (baca: pencopet, penipu, dkk). Well, mungkin memang banyak hal yang bisa membahayakan keselamatan diri karena perbedaan bahasa, tapi jangan biarkan ketakutan kalian menghalangi k...

Postcard #1: Vatican

The one and only post office in Vatican Postcards and travelling are so closely related. I learned it for the first time when my friend told me that she has sent many postcards to Indonesia while she was staying in Germany. I laughed at her at first but the more I travel, I realized that even though postcards do not too popular in Indonesia, but it IS in other countries. And, postcards are the CHEAPEST authentic souvenirs you could buy wherever you are travelling! From this, I get an idea to write about my postcards in Traveler's Passport. It might look so boring, but I hope through this post I could spread the "postcards fever" to all travelers around the world! So, here is my first postcard in Europe - the one originated from Vatican. I sent it on July 2nd, 2012 from post office in Vatican. The price for each postcard is around 50 cent - 1 Euro and the stamps costed around 1.60 Euro. Since it was the first time, I sent three postcards to Indonesia a...